"Lumbung" Makin Relevan di Masa Pandemi
20 Maret 2021Kelompok seni ruangrupa mengukir sejarah dengan menjadi yang pertama di Asia terpilih menjadi direktur artistik documenta, pameran seni bergengsi di Kassel, Jerman.
Dijadwalkan berlangsung dari 18 Juni hingga 25 September 2022, dalam documenta ke-15 ini, ruangrupa akan memanfaatkan konsep "lumbung” yang dianggap sebagai cara pengelolaan sumber daya untuk keberlanjutan bersama.
Namun tantangan kini adalah bagaimana mempersiapkan pagelaran seni kontemporer akbar tersebut di tengah pandemi? Apalagi kini tinggal satu tahun lagi waktu untuk persiapan tersisa.
Salah seorang anggota ruangrupa Daniella Fitria Praptono bercerita dua orang koleganya, Iswanto Hartono dan Reza Afisina telah pindah ke Kassel bersama keluarganya sejak tahun lalu. ”Hubungan kami dengan mereka dilakukan melalui zoom, berdiskusi secara rutin dengan para mitra tentang gagasan mereka hingga teknis translasinya di Kassel, misalnya seperti menentukan lokasi, kemungkinan berkolaborasi dengan pelajar, penduduk, dan kolektif yang ada di sana.”
Iswanto Hartono yang ia sebut dan kini bermukim di Kassel bercerita bagaimana proses persiapan documenta ke -15 dialihkan ke sistem digital. "Persiapannya sekarang kami lebih banyak melakukan online meeting, bertemu dengan seniman, narasumber dan juga sudah diumumkan ada beberapa kolektif dan mitra yang nanti akan bekerja dengan kami tahun 2022 nanti,” ujarnya.
Meski sulit bertemu secara langsung, sejauh ini persiapannya berjalan sesuai rencana, demikian ujar Alexandra Südkamp, koordinator komunikasi dan marketing documenta. "Kami terus bertemu secara digital, mendiskusikan langkah-langkah perencanaan selanjutnya, dan setiap departemen bekerja untuk mencapai pencapaiannya masing-masing. Kami sekarang mengadakan pertemuan antara Nairobi, Havana dan Kassel. Mempertahankan pertukaran semacam ini dan mempraktikkan konsep lumbung online sangat penting untuk mengetahui setiap pendekatan artistik dan praktik yang terkaitdengan lumbung dengan lebih baik - tetapi juga tentu persiapan secara online makin menantang terkait perbedaan waktu antarnegara.”
Tim artistik terbentuk dengan beberapa seniman dan kurator, yang terdiri dari beberapa negara, "Ada 15 tim artistik yang bekerja sama dengan kami, ada dari Palestina, Belanda, Denmark dan dari Jerman juga termasuk,” papar Iswanto.
"Lumbung” malah jadi lebih relevan di masa pandemi
Di balik tantangan tersebut, menurut Iswanto, konsep "lumbung” yang mereka gagas menjadi lebih relevan untuk digali sebagai ide dan visi, di tengah situasi pandemi. Secara sosial, politik dan ekonomi, keterkaitan orang dan saling ketergantungan dan saling membutuhkan menjadi satu poin yang yang penting di tengah situasi sulit.
”Saya rasa posisi lumbung jadi menarik sekali, terutama dalam konteks ekonomi dunia, global, kita tahu semuanya sekarang sangat kapitalis, jadi posisi kolektivitas. Lumbung tadi tempat berbagi kesetaraan, menjadi sebuah kesetaraan ekonomi dan itu menjadi isu yang sangat krusial dalam kondisi seperti sekarang ini,” tandasnya. Krisis ini telah membuat semua orang menyadari betapa pentingnya bekerja sama alih-alih bersaing satu sama lain.
Di Kassel, Iswanto dan Reza kini juga menyiapkan "ruruHaus", yang merupakan bagian dari sejarah ruangrupa sendiri terkait dengan budaya nongkrong. Sebagai praktik kuratorial, ruruHaus berarti membuka ruang untuk mengumpulkan dan berbagi sumber daya. "ruruHaus" menjadi tempat 'memasak' dan berbagi keragaman pengetahuan, keterampilan, pengalaman, kebutuhan, dan nilai-nilai yang dibawa masuk dan menemukan keseimbangannya di tempat ini. "ruruHaus" bisa dianggap sebagai sebuah laboratorium dan dapur, dengan stasiun radio yang menampung banyak cerita.
Menyembuhkan luka
Membawa napas baru dengan konsep kolektivitas lewat "lumbung" di pagelaran seni internasional, ruangrupa mencatat sejarah dengan menjadi yang pertama di Asia secara resmi terpilih sebagai kurator documenta.
"documenta, untuk konteks Jerman sangat penting, karena dimulai tahun 1950-an, 1955, 1958, setelah Perang Dunia ke-2 dan diinisiasi oleh seorang yang namanya Arnold Bode, yang menginisiasi documenta ini yang pertama, sebagai sebuah festival, wahana untuk semacam penyembuhan untuk masyarakat Jerman. Setelah Perang Dunia kedua, berkembang sampai sekarang, sampai yang ke-15, documenta mempunyai posisi yang cukup penting di dunia internasional," ujar Iswanto.
Jika documenta yang diselenggarakan lima tahun sekali didorong atas dasar niat menyembuhkan luka-luka Eropa pascaperang, maka konsep lumbung yang dibawa ruangrupa di documenta bermaksud menyembuhkan luka-luka lain yang berakar pada kolonialisme, kapitalisme, keterpencilan, dan patriarki.
"Jadi ketika terpilih di documenta, ini pun menjadi sebuah hal sangat penting, ya," tambah Iswanto seraya menambahkan bukan untuk membanggakan diri. "Bukan saja dalam konteks Indonesia, menurut saya, dalam konteks Asia juga, karena bayangkan dari tahun 1955, 1958, sampai sekarang belum pernah ada orang Asia, yang jadi direktur artistik di situ. Untuk Indonesia terutama tentunya kami bangga sebagai orang Indonesia juga bangga, bisa membawa nama Indonesia. Menjadi lebih dikenal di dunia internasional. Ini hasil kerja yang kami pun sangat gembira," tambahnya dengan riang.
"Padahal di antara kami mungkin cuma ada satu yang datang ke documenta. Semua belum pernah. Belum pernah ada orang Asia juga yang secara resmi menjadi bagian dari documenta,” ujar Iswanto.
Selain terpilih menjadi kurator utama documenta, didirikan pada tahun 2000, kelompok seni ruangrupa telah mengukir namanya di kancah seni kontemporer, tidak hanya melalui partisipasinya dalam berbagai festival terkenal seperti Singapore Biennale, tetapi juga melalui inisiatif seperti ruang ruang belajar Gudskul dan mengembangkan platform budaya Gudang Sarinah Ekosistem (GSE).
GSE adalah ruang lintas disiplin yang bertujuan untuk mempertahankan, mengolah, dan membangun sistem pendukung terpadu untuk bakat kreatif, beragam komunitas, dan berbagai institusi. GSE juga membangun jaringan, berkolaborasi, berbagi pengetahuan dan ide, serta mendorong pemikiran kritis, kreativitas, dan inovasi.
Sementara dalam documenta ke-15 ini, Daniella Fitria Praptono dari ruangrupa mengatakan dapat menjadi wahana berbagai panen, "yang invisible menjadi visible, tak berjarak dengan audiens (anak kecil, difabel, lansia, ibu hamil, minoritas) semua menjadi host."
Hal ini unik, menurut Daniella karena selain acara ini dapat memperluas jejaring internasional, juga membangun rasa peduli yang besar satu sama lain dengan berbagi hasil panen, "Panen pengetahuan, panen ekonomi, panen kasih sayang, panen kesalingpahaman, setelah 100 hari pameran documenta, tetap berkembang dan terus berlanjut," pungkasnya. (ae)