Mahasiswa Suriah di Jerman dalam 'Limbo'
3 Januari 2013Lebih dari belasan mahasiswa Suriah berkumpul di depan gedung utama Universitas Köln. Mereka menggelar flash mob - sebuah pertemuan mendadak - untuk menarik perhatian terhadap kekerasan yang terus menghancurkan Suriah.
Layaknya sekelompok seniman, para mahasiswa melakoni ulang kehidupan sehari-hari di Suriah. Seorang lelaki berlutut dengan sebuah pistol yang ditempelken ke kepalanya. Seorang perempuan memegang bayi yang berlumuran darah di tangannya. Dua lelaki berseragam mengganggu seorang jurnalis. Seorang siswa membagikan selembaran berisikan informasi mengenai Suriah dan rezim di Damaskus.
Tidak ada pejalan kaki yang berhenti. Mahasiswa lainnya hanya ingin cepat-cepat masuk ke gedung universitas untuk menghindari gerimis, atau bergegas menuju kuliah berikutnya.
Ada 43 mahasiswa Suriah yang terdaftar di Universitas Köln. Sejak awal tahun 2012, beberapa dari mereka terlibat dalam kelompok yang dinamakan 'Free Syrian Students.'
"Hanya separuh yang terlibat," ujar Alan Jarwich, "Yang lainnya takut kalau mereka menjadi aktif secara politik di Jerman dapat menimbulkan tekanan bagi keluarga mereka di Suriah."
Jarwich adalah salah satu aktivis - dan seorang mahasiswa jurusan medis seperti banyak dari sekitar 2.300 pemuda-pemudi Suriah yang datang ke Jerman untuk menempuh studi. Dan seperti yang lainnya, stres menyangkut situasi di negara asal dapat menyita waktu, menurut Jarwich.
Tantangan studi dan kabar buruk dari rumah
Di sisi lain, kata Jarwich, ada tantangan studi dalam bahasa yang belum terlalu nyaman ia gunakan. Tapi bukan itu saja yang ia pikirkan.
"Belum lagi ketegangan psikologis. Apa yang terjadi di Suriah selalu menyakitkan. Video-video yang kami lihat di internet begitu menyeramkan, dan beritanya selalu buruk," ungkapnya.
Baik itu melalui Facebook, Twitter, berita di internet atau televisi, Jarwich dan kawan-kawan selalu dihadapkan pada pertanyaan yang sama: Apa yang terjadi di rumah? Bagaimana dengan keluarga saya? Bagaimana kabar teman-teman saya?
Menghubungi mereka lewat internet atau telpon tak selalu berhasil. Dan saat terhubung, mereka yang berada di Suriah kerap merasa takut untuk berbicara dengan bebas. Ini menjadi gangguan yang terus-menerus mempengaruhi studi. "Dalam 2 semester terakhir, saya praktis tidak dapat belajar apapun," tukas Jarwich.
Banyak mahasiswa yang juga sudah kehabisan uang. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga yang dulunya mampu untuk membiayai studi anak-anak mereka ke luar negeri. Tapi kini semuanya berubah. Dengan situasi terakhir di Suriah, keluarga Ahmad Alrawi sudah tak mampu lagi untuk mengirimkan uang. "Saya sudah setengah tahun tidak mendapatkan kiriman uang," tandasnya.
Bagi Alrawi dan kawan-kawan, satu-satunya pilihan adalah mencari kerja - tak peduli seberat apapun studi mereka. Mereka hanya boleh bekerja maksimum 90 hari per tahun, karena mereka seharusnya menyelesaikan studi di Jerman sesegera mungkin.
Secara reguler mereka harus memberikan bukti ke otoritas Jerman bahwa mereka memiliki cukup dana untuk membiayai pengeluaran sehari-hari dan juga keperluan studi, yang harus mereka rampungkan dalam kurang dari 20 semester.
Solusi fleksibel bagi mahasiswa Suriah
Karl-Heinz Korn dari kantor mahasiswa internasional di Universitas Köln menjelaskan bahwa peraturan-peraturan ini berlaku untuk mencegah mahasiswa terjerumus ke dalam jaring pengaman sosial Jerman. Namun saat para mahasiswa Suriah awal tahun ini tak mampu lagi membayar sewa tempat, asuransi kesehatan dan tagihan lainnya, Korn tidak tinggal diam. Ia menuntut pihak universitas untuk melihat situasi luar biasa di Suriah sebagai bahan pertimbangan. Itu karena setelah 3 kali gagal lulus mata kuliah, sebuah ujian di Universitas Köln tidak boleh diulang lagi, yang bisa berarti akhir karir akademik. Sejumlah departemen setuju untuk lebih fleksibel dan murah hati terhadap mahasiswa Suriah.
Pemerintah Jerman menetapkan penghentian sementara untuk deportasi. "Meski dengan performa akademis yang buruk, mahasiswa Suriah saat ini tidak akan dideportasi. Ini sesuatu yang tidak harus mereka khawatirkan," jelas Korn.
Dana juga sudah dipersiapkan untuk menjembatani situasi darurat. Kementerian Luar Negeri Jerman mengalokasikan 1 juta Euro atau hampir 13 miliar Rupiah, dan Layanan Pertukaran Akademis Jerman menghimpun 500.000 Euro untuk membantu para mahasiswa Suriah di universitas-universitas Jerman. Dana tersebut kemudian didistribusikan melalui setiap universitas.
Masa berlaku aliran dana hanya sampai Februari 2013, dan apa yang menyusul kemudian masih belum jelas. Apa yang diharapkan Alan Jarwich dan rekan-rekan mahasiswanya adalah solusi permanen untuk periode selanjutnya. Namun lebih dari itu, kata Jarwich, mereka berharap 'rezim di Suriah jatuh.'