Posisi Jerman Dalam Konflik Mali
15 Januari 2013Jerman mendukung sepenuhnya operasi militer Perancis di Mali. Sikap ini berbeda dengan kasus Libya, ketika militer internasional memulai operasi militer Maret 2011 dan Jerman menolak terlibat dalam misi itu. Kali ini, pemerintah Jerman menyatakan bahwa Perancis telah bertindak secara konsekuen dan tepat untuk menghadang kelompok teror yang bergerak menuju ibukota Mali, Bamako. ”Pemerintah Jerman sebelumnya sudah diberitahu dan Perancis mendapat dukungan politis kami sepenuhnya”, kata Menteri Pertahanan Jerman Thomas de Maiziere.
Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle menandaskan: ”Kami di Eropa punya kepentingan bersama, bahwa Mali tidak menjadi tempat persembunyian atau menjadi markas bagi terorisme”. Ia menambahkan, Paris bertindak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB. Saat ini Jerman dan Perancis sedang membahas langkah apa yang bisa dilakukan Jerman untuk membantu misi Perancis itu, demikian disebutkan Kementerian Luar Negeri. ”Bantuan ini misalnya dapat berupa bantuan di bidang logistik, kemanusiaan atau juga bidang medis”, jelas juru bicara Kementrian Luar Negeri Andrea Peschke. Tetapi ia menambahkan, bantuan Jerman tidak termasuk keterlibatan langsung dalam pertempuran.
Jerman Tidak Kirim Tentara ke Mali
Posisi pemerintah Jerman mendapat dukungan dari sebagian besar kalangan oposisi. Memang ada beberapa kritik atas tindakan Perancis yang datang dari anggota Partai Hijau dan Partai Kiri. Tapi beberapa anggota parlemen bahkan tidak menutup kemungkinan untuk pengiriman pasukan ke Mali. Salah satunya adalah juru bicara bidang luar negeri dari fraksi gabungan Uni Kristen di parlemen, Andreas Schockenhoff. Alasannya: Di Mali ”harus secepatnya dilakukan tindakan pencegahan agar negara itu tidak menjadi sumber ancaman yang permanen bagi Eropa”.
Posisi pemerintah Jerman sudah jelas, tidak ada satuan tempur yang akan dikirim ke Mali. Dalam hal ini, Jerman bertindak sesuai kebijakan Uni Eropa. Ketika ditanya wartawan mengapa Jerman tidak mengirim pasukan, juru bicara pemerintah Steffen Seibert memberi penjelasan panjang. ”Sudah jelas, bahwa Perancis berdasarkan tradisi, sejarah dan hubungannya dengan kawasan Afrika ini, juga karena saat ini ada pasukannya yang ditempatkan di negara-negara tetangga Mali, punya kemungkinan jauh lebih baik untuk melancarkan operasi di negara itu.” Karena itulah pemerintah Mali meminta bantuan pada Perancis dan bukan pada Jerman, demikian Westerwelle.
Operasi Militer ”Dengan Wajah Afrika”
Perancis adalah satu-satunya negara yang mampu mencegah pemberontak ekstrimis Mali menguasai kawasan selatan, kata Menteri Pertahanan Thomas de Maiziere. Kementrian Pertahanan Jerman menerangkan, perang asimetris yang dilakukan para gerilyawan Islamis dengan komposisi yang berubah-ubah di Mali sebaiknya dijawab oleh pasukan yang sudah ada di kawasan itu, yaitu pasukan Perancis. Selain itu pemerintah Jerman juga berpendapat, dalam waktu dekat operasi militer di Mali harus bisa menunjukkan ”wajah Afrika”.
Berlin ingin mendukung aktivitas politik dan militer yang dilancarkan oleh perhimpunan ekonomi Afrika Barat ECOWAS untuk menenangkan situasi di Mali. Kementrian Luar Negeri Jerman menerangkan, sejak lama sudah ada rencana dan pembentukan pasukan gerak cepat Afrika, yang didukung oleh Uni Eropa. Dalam wawancara dengan harian Frankfurter Allgemeine Zeitung (FAZ) Menteri Pertahanan Thomas de Maiziere meredam harapan terlalu tinggi pada bantuan logistik Jerman untuk transportasi tentara dari negara-negara tetangga ke Mali. Kapasitas transportasi Jerman saat ini sedang terlibat penuh dalam misi di Afghanistan, Kosovo dan di Jerman, demikian de Maiziere.
Bantuan Pendidikan Militer
Sebelumnya, Uni Eropa sudah memutuskan untuk mengirim sekitar 200 tenaga pendidik militer untuk membantu aparat keamanan di Mali agar negara itu menjadi stabil. Jerman sudah berjanji ikut dalam misi itu. Kementrian Luar Negeri menyatakan, proyek itu sebaiknya dipercepat realisasinya. Tapi proyek tersebut tidak akan memainkan peran besar dalam situasi saat ini. Sasarannya memang untuk masa depan. Menurut Menteri Pertahanan de Maiziere, harus ada klarifikasi lebih dulu, kalau tentara Mali mendapat pendidikan lebih baik, mereka akan melayani pemerintah yang mana. Jadi sebelum misi ini dilaksanakan, perlu ada kejelasan politik, siapa yang akan memimpin Mali. ”Kekuasaan tidak boleh dipegang oleh para pelaku kudeta”, kata de Maiziere.
Dalam wawancara dengan harian Frankfurter Allgemeine Zeitung Thomas de Maiziere menyarankan agar dalam menghadapi konflik di Mali sebaiknya ditinjau lagi mitra-mitra yang ada di kawasan itu. Tanpa dukungan mitra yang baik maka operasi militer di kawasan yang budanyanya sangat lain dari Jerman tidak akan berhasil. Inilah pelajaran yang dipetik dari misi militer di Afghanistan, jelas de Maiziere.