Serunya Tinggal dengan Teman Berbeda Budaya
7 September 2018Rumah yang Putri tinggali beserta dua temannya ini letaknya tidak jauh dari pusat kota Bonn di negara bagian Nordrhein-Westfalen. Menempati salah satu lantai di dalam sebuah bangunan berwarna kuning dengan pepohonan besar di sekelilingnya.
Dari arah dapur, yang rupanya juga menjadi jantung rumah tersebut, terdengar ramai beberapa orang bersenda-gurau dalam bahasa Jerman. Sesekali dentingan sendok dan garpu beradu dengan piring ikut mengiringi.
"Kamu mau coba masakan saya? Ini tidak pedas lho..." kata Putri sambil mendorong sebuah panci berisi olahan ayam dalam kecap asin dan saus tiram.
Pavlina, teman yang ditawari makanan itu tersenyum gembira sambil menyendok beberapa potong. Pavlina berkewarganegaraan Jerman namun masih memiliki beberapa kerabat dekat yang berasal Yunani.
"Kamu tidak saya tawari ya, ini bukan makanan buat vegetarian," kata mahasiswi tingkat tiga ini kepada, Katrin, teman satu lagi yang juga berasal dari Jerman.
Percakapan kembali mengalir lancar. Topiknya pun beragam, mulai dari makanan hingga sulitnya mencari tempat tinggal bagi mahasiswa di kota Bonn, baik karena tingginya biaya sewa maupun berbagai prasangka.
Tinggal serumah dengan orang asing
Tinggal bersama dalam satu rumah dengan beberapa orang baik perempuan maupun laki-laki memang hal yang wajar dilakukan di Jerman. Istilahnya yaitu Wohngemeinschaft atau biasa disingkat WG. Biasanya penghuni WG terdiri dari dua hingga empat orang tergantung kapasitas.
Orang-orang yang tinggal di WG tidak selalu kenal dengan satu sama lain sebelumnya. Ada beberapa dari mereka yang memang sudah kenal, ada pula yang harus melewati semacam proses audisi. Bagi Putri yang tinggal bertiga, ia sudah mengenal Pavlina dari tempat kuliahnya.
Sedangkan Katrin sebelumnya sama sekali belum dikenal. "Saya kenal Katrin lewat Pavlina," kata Putri.
Ia mengakui kalau banyak kegiatan menyenangkan yang sering dilakukan bersama teman-teman serumah, salah satu contohnya yaitu memasak makan malam, pergi belanja atau sekadar duduk sambil minum minuman hangat sambil mengobrol di balkon.
"Semua beban jadi lebih ringan kalau tinggal di WG karena biaya hidup seperti pembayaran listrik dan air bisa ditanggung bersama."
Putri melanjutkan kalau ia juga menyukai kegiatan memasak bersama karena dari sini ia bisa banyak belajar tentang makanan dari negara lain dan cerita unik mengenainya.
Selesaikan konflik dengan diskusi
Tinggal bersama dengan orang yang berbeda latar belakang budaya memang tidak selalu mulus. Terkadang beberapa masalah kecil muncul dan bisa mengganggu kenyamanan bersama.
Putri lantas menceritakan tentang salah satu permasalahan mengenai tempat di mana salah satu teman serumahnya menyimpan botol minum.
“Tempat minum itu mengganggu saya dan saya ingin supaya dipindahkan, tapi teman saya tidak mau,” kata anak sulung dari dua bersaudara ini.
“Jadi akhirnya kita berdebat dan berdiskusi sampai akhirnya tempat minum itu berada di tempat yang nyaman untuk kita berdua. Pasti ada jalan keluarnya.“
Dari contoh kecil ini, ia mengaku banyak belajar mengatasi konflik dengan diskusi yang beradab.
"Tidak dengan marah-marah atau nangis atau ngambek tapi dengan membicarakan semuanya secara terbuka.“
Dia mengakui tinggal di WG sangat membantu untuk integrasi terutama dari segi bahasa karena mau tidak mau harus berkomunikasi dengan bahasa Jerman.
Tidak langsung ambil kesimpulan
Konsep tinggal bersama menurut Putri bisa membantunya dalam proses berintegrasi dengan masyarakat Jerman. "Intergrasi sangat penting utamanya kalau kita tinggal di budaya dan negara asing. Bisa dibilang tanpa integrasi kita terisolasi," kata Putri.
“Buat saya melalui proses ini kita tidak perlu mengubah jati diri kita sendiri tetapi kita membaca situasi bagaimana baiknya bersikap dengan situasi yang terhubung dengan banyak budaya atau banyak karakter dari banyak manusia.”
Supaya bisa berintegrasi dengan teman beda budaya kita harus tahu karakter budaya sendiri. Hal yang paling berbeda tinggal dengan orang Jerman adalah mereka tidak selalu menyapanya setiap kali bertemu.
"Biasanya dapur adalah ruang untuk interaksi. Kadang kalau sedang lelah atau tidak ada waktu mereka cenderung pendiam dan sama sekali tidak menegur. Itu bukan berarti mereka sedang marah atau tidak ingin ngobrol dengan kita. Bisa jadi mereka sedang buru-buru jadi cenderung tidak mengatakan satu patah katapun."
Ia mengakui kalau pada awalnya perbedaan budaya seperti ini terasa sulit. Namun begitu mengerti konteks budayanya, dengan sendirinya Putri dapat lebih memahami situasi dan beradaptasi. (ae/ts)
*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal YouTube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.